SAINS SUPRANATURAL

20.06




[SAINS SUPRANATURAL]


2048

Sains supranatural kini benar-benar sudah menjadi bidang ilmu. Lusinan jurnal, puluhan eksperimen, bahkan tahun lalu satu institut didirikan. Pencapaian ini tentu, tidak datang dengan mudah. Pun, ada batas dan ciri yang membedakan sains supranatural dengan sains lain.

Menurut faylasuf sains, eksperimen empiris diperlukan satu bidang untuk bisa disebut sebagai sains. Bidang yang tidak menelusuri ilmu dari jalan ini, bukan sains. Maknanya empiris itu ialah kurang lebih, bisa dirasa dan diuji manusia semuanya. Tanggal sekian akan bulan sabit, atau besar gaya benda X, bisa dibuktikan oleh semua manusia selama tidak ada halangan. Ya, tidak ada halangan.

'Permasalahan empiris' ini yang menjadikan sains supranatural di zaman yang dulu selalu ditentang. Bagaimana bisa mereka melakukan eksperimen yang hanya bisa dilakukan sekelumit manusia (umum disebut pemilik indra keenam/indigo)? 

Tahun 2034 seorang saintis biasa bernama Rafatar berdiskusi dengan pacarnya, Anjayani (kini mereka sudah jadi suami istri, alhamdulilah). Perdebatan mengenai sains supranatural kala itu sedang panas-panasnya, dan kebetulan Anjayani memiliki kemampuan 'indra keenam'. Ia kerap bercerita tentang fenomena supranatural yang ia dan rekan sesamanya temui pada pacarnya; di sisi lain Rafatar tak bisa menolak atau menilai Anjayani berbohong. Anjayani ingin fenomena ini diteliti secara ilmiah, Rafatar menyetujui namun tak dapat menemukan cara untuk mengatasi 'problem empiris'. Satu ketika ide muncul di antara mereka berdua, mereka mengusulkan penelitian supranatural yang 'for sixth senser empirical/FSS Empirical' (empiris untuk pemilik indra keenam/Empiris PIE). Sains yang bisa dirasa dan diuji sendiri, tapi terkhusus bagi manusia yang memiliki indra keenam.

Tentu saja mereka sadar saintis tak akan menerimanya, dan mereka tidak berencana untuk meyakinkan para saintis. Mereka ingin menghidupkan sains baru yang bertarekat selain Empiris, yaitu Empiris PIE. Anjayani mengumpulkan rekan indigonya, sementara Rafatar menyusun metodologi penelitian. Selepas itu, mereka melakukan eksperimen.

Penelitian pertamanya sederhana, menulis 'ada' apa saja di satu tempat. Rafatar menulis metodenya seperti ini: 1) Peneliti tidak boleh saling kenal atau komunikasi; 2) Tempat yang jadi objek penelitian harus tempat biasa yang tidak ada kesan/urban legend tentang 'ada'nya sesuatu; 3) Peneliti menulis/mendeskripsikan/gambar segala yang mereka amati selama penelitian: 4) Hasil pengamatan para peneliti akhir akan dibandingkan satu sama lain. Pengamat berkesesuaian maka kemampuan indra keenam terbukti ada dan seragam; jika tidak maka bisa: a. Ada ketidak seragaman indra keenam antar manusia ditunjukkan adanya kelompok-kelompok, atau b. Indra keenam belum bisa dibuktikan.

Penelitian mereka sukses menarik massa dan liputan. Hasilnya dipublikasikan di situs pribadi Rafatar. Semua nama peneliti ditulis jelas beserta kontak dan alamat. Hasil tadi kini disebut sebagai paper pertama Sains Supranatural, diperingati sebagai hari jadi Sains Supranatural.

Rafatar dan tim mendapati bahwa ternyata dari 20 peneliti, ada 2 kluster peneliti berdasarkan dari hasil pengamatan. Kesemua peneliti mencatat kesan audio dan bau yang serupa, tapi dengan catatan visual berbeda. Satu kluster mencatat banyak pontianak dan hantu generik; sementara kluster lainnya melihat aktivitas 'manusiawi' dari makhluk ghaib (selanjutnya disbeut siluman) disamping melihat hantu generik. Peneliti dari kluster dua menyatakan seperti ada lapisan visual yang memisahkan hantu generik (tampak lebih solid), dan siluman (overlay). Di layer siluman, semua nampak seperti kehidupan manusia normal; bahkan ada bangunan dan 'orang' lalu lalang.

Sesudah terbitnya paper pertama, Rafatar dan tim melakukan tujuh penelitian lanjutan. 'Bidang ilmu' baru ini secara signifikan mampu mengumpulkan ilmuwan dan antusias baru. Empirisme PIE saat ini sudah menjadi jalan baku di bidang ilmu ini, sehingga kebanyakan riset hanya bisa dilakukan atau diuji oleh pemilik indra keenam. Bidang yang diteliti pun bukan hanya sekitar keberadaan makhluk halus, tetapi juga termasuk elemen visual tak kasat mata secara umum (misal orbs), aura, telekinesis, mind-reading, dan fenomena lain yang hanya bisa dirasakan sebagian kalangan.

Tren terkini di bidang Sains Supranatural adalah mencoba mengintegrasikannya dengan sains normal yang empiris. Ciri penelitian dengan tren ini adalah jalur yang dipakai adalah empiris biasa, sehingga penelitiannya kebanyakan membahas ciri fisik dari pemilik indra keenam. Di antara temanya adalah: pencarian susunan genetik khusus para pemilik indra keenam, metodologi kategorisasi pemilik indra keenam (berusaha menyelesaikan pertanyaan 'Siapa itu Indigo?'), teknologi sensor-aktuator dan kecerdasan buatan untuk keperluan penelitian, dan sebagainya.


***

Problem yang kini dihadapi oleh disiplin ilmu Sains Supranatural adalah kesan eksklusif dan minim fungsi. Kesan eksklusif sungguh wajar dirasakan, karena sains ini benar hanya bisa dipelajari/diteliti oleh kalangan tertentu. Meskipun demikian, hasil penelitian Sains Supranatural yang dilakukan beberapa peneliti selalu mudah untuk diakses khalayak. Sepengamatan penulis, seluruh jurnal Sains Supranatural bersifat open access. Tingkat sitasi paper-paper di sana juga lumayan, paling besar sejauh ini ada 132 sitasi, dipegang oleh paper pertama Rafatar.

Problem kedua yaitu minim fungsi, berasal dari kebiasaan bahwa tiap temuan sains selanjutnya dijadikan pijakan kegiatan rekayasa/engineering. Sampai saat ini sains supranatural tidak pernah kelihatan menjadi dasar rekayasa tertentu. Kegiatan rekayasa konvensional seperti shaman, dukun, dsb masih berdasar tradisi, bukan sains. Salah satu solusi untuk problem ini adalah dengan secara perlahan menjadian sains supranatural sebagai dasar kegiatan rekayasa yang sudah ada.

{To be continued}

You Might Also Like

0 komentar

Pos Masyhur

Facebookna di-add nya!

instagram