Laporan Vampir lokal [0]

04.42

1.
Aku sebenarnya agak malas menulis tentang vampir begini. Mereka keliwat sering mengalir lewat arus kitab-kitab fiksi juga film. Pun mereka ini hanya muncul di negeri Eropah, belum ada kasus penampakan vampir barang seorang pun di Asia Tenggara -yang di Cina berbeda jenisnya, dan merupakan arus minor kalau disebut masuk daripada vampir. Membikin fiksi soal vampir berlatar di Nusantara, sisip-sisip bisa terjerumus pada apa yang dikatakan orang sebagai Eropasentrisme. Aku bukan sok nasionalis, (tapi) aku ini mengaku komopolitanis radikal.

Tapi yang tadi malam itu benar-benar nyata mimpinya, hasil tiduran di kursi ruang tamu. Mungkin ada pengaruh dari medan magnet bumi dan doktrinasi serta keluhan pikiran selama beberapa tahun ini. Pokoknya kamu dengarlah saja, selamat menikmati.

***

Vampir itu bukan merupakan makhluk endemik daerah sini, asal usulnya sehingga bisa muncul di Nusantara tidak bisa dipastikan lagi. Ada yang bilang bawaan dari negeri Hollandia atau Almania, ada juga yang bilang hasil campur antara setan pengisap darah lokal dengan warga asing.

Dua-duanya tidak ada yang masuk di akal; vampir Eropa markasnya ada di Transylvania, bukan di Eropah barat sebagai mana Hollandia dan Almania. Zaman kompeni dulu, Transylvania ada barang sedikit kena jajah Usmani. Jangan kau tanya ada vampir mualaf atau tidak, aku tak pecak jawab. Dan, alasan yang kedua, siapa juga sinyo Belanda yang mau bernyai kuyang? Pun kalau jadi, apakah outputnya bakal vampir?

Walaupun asal-usulnya di negeri ini tak ada yang boleh pastikan, sudah banyak kejadian wujudnya mereka. Sampai hari ini, ada sekitar sepuluh-lah laporan soal si vampir itu: vampir terbang lah, vampir bertaring, bahkan sampai diduga ada vampir beli darah beku di pasar. 

Tak baiknya, laporan-laporan itu tidak ada yang lengkap dan mengerucut, meskipun mutawatir atawa banyak yang tengok. Tak ada yang bisa memastikan, apakah sosok bertaring lebih di pasar itu betulkah vampir atau hanya sejenis cosplayer saja. Persis macam kucing dalam karung, tak ada yang tahu itu di dalam karung betulkah ada kucing?

Akan tetapi, dari yang sepuluh itu ada satu yang paling terang jalan ceritanya, paling jelas kelok jalannya. Hasil catatan seorang wartawan cilik sekitar 7 tahun lalu, waktu kami semua masih kecik lagi, masih baru SMP atau SD. Bedanya saya tinggal di ujung kota, kalau ini wartawan tinggal di ujung satunya lagi, kawasan yang lebih dekat ke pedesaan.

Wartawan cilik ini anak perempuan asli dari desa dekat perbatasan kota. Hitam manis rupanya, bila tersenyum macam kembang gula melumer. Rambutnya keriting dikepang barang 4 biji, pipinya tembam dan badan agak gemuklah. Tipikal anak pramuka di pedesaan sana. Pembawaannya riang selalu, tak pernah merengut apalagi menangis di sekolahnya. Sebutlah namanya Cik Tembam.

Hari itu hanya ada tiga orang yang boleh dikata saksi mata yang sebenar, benar-benar nampak vampir dengan taring tajam dan sifat-sifatnya. Sudah pada selesai kegiatan belajar di sana. Selain Cik Tembam, ada dua orang lagi yaitu anak gadis berwajah putih pucat dan anak laki berambut cepak. Anak laki ini merupakan teman serumah dari gadis pucat, dari awal masuk sekolah katanya.

Ini anak gadis sebenarnya puteri bungsu orang dagang kaya raya, pengusaha kapitalis Nusantara. Entah kena ribut-ribut apa di rumahnya, dititipkanlah ia dari enam bulan lalu pada seorang warga kampung disana -orang tua anak laki cepak, disuruh sekolah juga di daerah situ. Kedengarannya ia seperti dibuang ibu bapanya. Ini anak gadis kerjanya murung dan mengeluh saja, suka menyendiri di bawah pohon jambu air depan halaman sekolah.

Sekolah pinggir kota ini tidak terlalu formal kegiatannya, tidak diatur pula seragam dan pakaiannya. Sebatas sopan saja sudah cukup. Anak-anak murid di sana pakaiannya berbeda-beda, meskipun kadang berhari-hari begitu-begitu saja. Soal kualitas dan harga, tidak tersangat timpang, malahan mirip respon frekuensi speaker high quality; miskin semua.

Hari itu Cik Tembam pakai baju pramuka zaman SDnya, gadis pucat pakai dress sisanya, sedang si cepak berbaju biru memakai celana PDL tiga perempat laa isbal warna krem. Mereka fokus pada kerjaan masing-masing di halaman sekolah yang bersemen. Seperti biasanya; cik pucat mendem di bawah pohon sambil baca komik lawas, cik tembam jalan-jalan tak berarah buat mencari ide tulisan, sedang anak laki cepak latihan juggling bola sepak sambil mencari teduh di dekat pohon.

Bagai meteor jatuh ke danau Toba, macam beling pecah di malam sunyi, terdengar teriakan ngeri seorang anak dari sekitaran pohon jambu air. Cik Tembam yang sedang wara-wiri mendadak buyar khayalnya, berlari-lari gempal menuju sumber suara. Disangkanya anak laki cepak tisoledat atau jatuh saat bermain bola sendiri, amat takut ia kalau sampai terluka.

Di balik pohon jambu, berbayang bayangan anak perempuan dua orang. Tatapan matanya makin fokus, gemeletar seluruh badannya, jatuh jurnal dari tangannya. Kalau direkam kamera pasti kena zoom mukanya. Apasal?

Taring tajam sepasang menempel tepat di pangkal leher, darah masih perlahan mengucur turun membasahi buku komik si gadis murung. Nampak tatapannya kosong menganga, berisi ngeri yang keliwat ngeri. Seorang vampir anak perempuan sedang menyedut darah gadis murung. Vampir kasual, pakai baju bahan dan celana jins. Sepuluh detik ada-lah mereka bertiga anak gadis berlaku begitu saja: Cik Tembam terpelongo, cik murung diam dihisap, dan cik vampir menghisap.

Pasca tertunda sekian saat, mendadak cik Tembam berteriak keras-keras.

Cik vampir lekas mencabut taringnya, menyemburatkan darah dari tengkuk gadis murung. Puas air mukanya, sementara korbannya memucat melemas. Dengan agak sempoyongan ia berdiri, lalu menatap adigung Cik Tembam. Darah masih menetes dari mulutnya, membasahi sebagian baju krem bermotif kembangnya, dan perlahan turun sampai celana jinsnya. Senyuman terbit di wajahnya, bersama keheningan yang baru saja terjeda.

Ia lari ke hutan desa. Lari dengan amat kencang.[]

You Might Also Like

0 komentar

Pos Masyhur

Facebookna di-add nya!

instagram