Ebaut Kelas Menengah Ngehe'

05.26


Aku ini bingung lho sama istilah ini: Kelas menengah ngehe. Untuk 'kelas' dan 'menengah'-nya sih masih lah bisa dicerna otak, lah 'ngehe'. Bingungnya pun ndak mentok sampai di sini bae; memang apa pula itu bedanya 'kelas menengah ajah' dan 'kelas menengah ngehe'?

Gini weh. Istilah kelas menengah sudah masyhur sekali kita pakai: suatu kelas yang adanya di tengah-tengah, ndak kaya dan ndak miskin juga, manzilah baiynal manzilatain. Kelas yang aman sih kalau kata saya; aman bener malah kelas ini. Ndak bisa dikatai miskin, tapi ya bensin motor dan gas masih subsidi, kuliah juga pakai bidikmisi. Tapi yo wis lah, itu keunggulan kelas menengah.

Ngehe? Apakah ngehe itu suatu kata kerja tidak resmi yang tersusun dari ng+ehe, sehingga bisa digolongkan bersama-sama dengan nganjuk atau ngutang? Ya jangan tanya saya sih soal itu, tapi saya yakin saja begitu he..he.. . Polemik terus berlanjut, memangnya 'ehe' itu verba yang bagaimana? Tapi syukur ada seorang sepuh di jagad Kaskus memberikan solusi dengan berkata: "Ngehe itu baiknya kita samakan dengan ngentot saja, yaitu kata umpatan khas warga ibu kota."

Kalau begini kan sudah agak terang gitu, apa bedanya 'Kelas Menengah' dan 'Kelas Menengah Ngentot' -eh ngehe. Saya anggap yang si 'ngehe' ini adalah suatu grup kelas menengah yang karena satu dua tiga hal layak untuk dikatai 'ngehe'.

Nah, apa itu satu dua tiga hal itu? Kok sampai hati mereka itu dikatai 'ngehe', ndak kayak Kelas Menengah lainnya? Ya kalau begini sih mari kita sama-sama spekulasi. Oh iya, saya lebih seneng nyebutnya 'bangsat' daripada 'ngehe' sih, jadi saya ganti saja ya jadi 'Kelas Menengah Bangsat', setuju?

Bulan-bulan kemarin seorang walikota Bandung kasih liat foto runtah di Dago dengan caption 'Kelas Menengah Ngehe'. Pak Wali marah rupanya, netijen alaihimussalam juga ikut marah, dan saya juga sebagai part-of-netijen juga ikutan. Ya gimana ya, trotoar wis ditata rapi dikasih meja kursi malah dibikin jadi tempat buang sampah. Jancok.

Tapi kok yang disalahin Kelas Menengah? Ya jelas lah, ngapain juga kaum fakir miskin berwisata sejenak ke car free day dago. Lagian agak ngenes juga kalau pak wali nyalahin mereka dengan caption, misalnya, "Salam jari tengah untuk anda-anda #FakirMiskinNgehe yang nyampah di trotoar Dago."

Kelas atas juga ndak bisa disalahin, lha wong mereka mainan wisatanya -eh travellingnya pasti ke luar negeri. Buat apa sih datang ke trotoar Dago yang mau nurutin gaya Eropa, padahal mereka sendiri bisa langsung jalan-jalan ke Eropanya. Iya toh?

Ah omongan saya jadi ngalor ngidul begini he..he.. Saya sebenernya menulis ini itu ya cuman ingin melakukan tindakan mengehekan dan membangsatkan 'Kelas Menengah Ngehe'. Tadi itu sih hanya intro saja.

Kelakuan mereka yang bikin saya sampai kepingin banting bikun biru adalah yang Sak Penak'e Dewe itu. Kalau lagi enaknya saja dia dukung, lah kalau ndak enak dia tubirin habis-habisan.

Demo minta subsidi premium dinaikin malah mereka bacotkan begini "Oi Demo aja lu kerjaannya, dasar pengangguran. Mending kayak gue kerja." Lah giliran premium sudah pada ilang di SPBU ya ngeluh mereka "Rezim ini betul betul kejam, ya masak premium hak warga negara jadi ndak ada!" Weleh weleh...!

Satu lagi ya yang bikin saya kesel: Mereka sering ngatain buruh. Lah memangnya mereka bukan buruh? Mereka-mereka ini ya jelas bukan pengusaha, lah mana ada pengusaha jadi kelas menengah iya toh? Ya paling si 'Kelas Menengah' ini ya kerjanya di Perusahaan jadi 'karyawan' -eh buruh. Ada yang jadi buruh marketing, buruh database, buruh koding, buruh macem-macem lah. Kan aneh toh, buruh ngata-ngatain buruh?

AH JANCOK

Akhir kata sih ya sudah la yah, saya juga sudah agak puas membangsati-nya. Wassalam.

You Might Also Like

0 komentar

Pos Masyhur

Facebookna di-add nya!

instagram