Tulisan Seorang Penerima Bidikmisi yang Sedang Iri

08.36

Mengingat betapa berharapnya saya waktu menunggu pengumuman Bidikmisi jaman maba dulu, membikin hati ini agak terenyuh (baca: tergelitik) juga sedikit. Gimana nggak terenyuh (baca: tergelitik), lha dua perasaan beda waktu ini saling kontra-mengkontrakan, atawa saling berlawanan. Yang satu sedemikian bersyukur, satunya lagi merutuk.

Merutuk, lantaran iri melihat teman-teman lain yang tidak dapat bidikmisi input duit beasiswanya malah lebih banyak. Ya mungkin rezeki mereka saja sih yang dilebihkan, dan mungkin mereka juga lebih membutuhkan (baca: miskin) dari saya --meskipun, mungkin, saya tidak mengetahuinya lantaran mereka kadang kelihatan lebih berkecukupan (baca: kaya). Cukup bersyukur saja; lagipun iri dengki itu asalnya dari setan saja...

...Itu mode husnuzonnya saya saja ya, kalau mode suuzon nanti dijabarkan secara detail di paragraf selanjutnya.

Saya ini bukan maksud dengki ya, ini perkara soal kelangsungan hidup mahasiswa. Terus terang, duit bulanan bidikmisi sama sekali tidak bisa menutup kebutuhan hidup sebulan mulai dari bayar kosan, makan, hingga printilan macem pinsil dan pulpen. Mengandalkan hanya duit bidikmisi, artinya sama dengan bunuh kuliah.

Ya saya sendiri tahu, teman-teman saya yang dapat beasiswa tadi hampir semuanya bukan termasuk golongan kami (baca: miskin). Menengah ke atas lah boleh dibilang begitu. Pun syarat untuk dapat bidikmisi adalah harus tidak mampu (baca: miskin) secara finansial, dibuktikan dengan verifikasi data dan survei-survei yang bikin pening itu. Untuk mudahnya, pada kondisi ideal, penerima bidikmisi adalah orang yang betulan miskin --yang tanpanya tidak bisa kuliah karena tidak punya duit. Yang tak dapat bidikmisi, berarti kemungkinan ya nggak miskin-miskin amat. Tapi ya kok, yang nggak miskin-miskin amat itu malah dapat lebih gede? Nah disini masalahnya: kok duit untuk mahasiswa melarat bisa lebih kecil dari beasiswa biasa?

Kalau duitnya tidak terlalu besar sih mungkin tidak terlalu mengena di hati, tapi ya kalau ternyata lebih gede dari bidikmisi? Agak nyelekit juga melihat teman-teman diluar golongan kami bisa hidup lebih berkecukupan (baca: kaya) lagi; sementara para penerima bidikmisi yang kebetulan miskin betulan berakhir pada kondisi kekurangan uang dan hidup melarat di perkuliahan (halah lebay..).

"Eh far, bentar, lu kenapa kaga daftar beasiswa lagi dah? Kan ntar bisa ngecover sisanya yang dari bidikmisi? Ga usah ngerutuk gitu dong!"

Eh mas, sebetulnya dalam diri ini hendak melakukan yang demikian, tapi kagak bisa. Hampir tiap kali saya mau daftar beasiswa lain, si pemberi memberi syarat "Tidak menerima bantuan dana pendidikan lain" yang termasuk bidikmisi. Baru mau daftar cari penghidupan saja sudah kecegat. Kan kalau sudah begini, mentok jadinya.

Ini semua lantaran kebanyakan pemberi beasiswa tadi bikin persyaratan tidak menyenangkan tersebut. Beda kasus kalau si pemberi nulisnya "beasiswa" alih-alih bantuan dana pendidikan; bidikmisi tidak bisa disebut sebagai beasiswa.  Tapi kasus ini amat jarang terjadi dan kuotanya keliwat sedikit.

Ya harapan saya sih, itu para pemberi beasiswa tolonglah supaya persyaratan "tidak mendapatkan bantuan dana pendidikan" diganti dengan "tidak mendapatkan beasiswa". Kalau Anda bermaksud menyalurkan beasiswamu pada  mahasiswa miskin dan/atau pintar, beasiswamu saat ini sebagian sedang salah alamat. []

You Might Also Like

0 komentar

Pos Masyhur

Facebookna di-add nya!

instagram